Kamis, 07 Mei 2009

MKRI Siap Terima Pengajuan Permohonan Sengketa PEMILU 3 x 24 Jam

Rekapitulasi hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 akan segera ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Terhitung mulai satu detik semenjak KPU menetapkan perolehan kursi dan suara partai politik peserta pemilu untuk kursi DPR, DPD dan DPRD, Mahkamah Konstitusi (MK) membuka PENDAFTARAN PERMOHONAN sengketa perhitungan hasil pemilu tersebut.

“Jadi, apabila KPU menetapkan hasil rekapitulasi pada pukul 13.00 siang, maka lebih dari satu detik (setelah itu-red), MK akan menerima permohonan yang diajukan oleh Parpol,” ujar Ketua MK Moh. Mahfud MD kepada wartawan Rabu (6/5) siang pada acara Press Gathering di gedung MK, Jakarta.

Mahfud yang didampingi oleh Sekjen MK Janedjri M. Gaffar dan Panitera MK Zainal Arifin Hoessein juga menjelaskan, selama waktu pendaftaran, 3 x 24 jam Non Stop MK akan melayani dan menerima setiap permohonan perkara partai politik baik untuk perolehan suara calon anggota DPR dan DPRD, partai lokal di Aceh, serta calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). “Perlu diingat pula bahwa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang ditangani MK adalah perselisihan yang timbul karena adanya Perbedaan Hasil Perhitungan Suara,” jelasnya.

Menurut Mahfud, materi pokok permohonan yang dapat diajukan kepada MK adalah penetapan perolehan suara hasil pemilu yang telah diumumkan KPU. Selain itu, permohonan tersebut juga harus memenuhi beberapa kriteria, yakni :
  • Apabila mempengaruhi terpenuhinya ambang batas perolehan suara 2,5% parpol.
  • Permohonan juga harus secara signifikan mempengaruhi perolehan kursi parpol peserta pemilu di suatu daerah pemilihan atau terhadap kursi parpol lokal peserta pemilu di Aceh.
  • Bagi calon anggota DPD, permohonan juga harus secara signifikan mempengaruhi terpilihnya calon anggota DPD.

“Jika tidak signifikan, MK tidak bisa memprosesnya,” tegas Mahfud.

Mahfud juga mengingatkan bahwa pengajuan permohonan HARUS melalui Dewan Pengurus Pusat (DPP) Parpol masing - masing. Setiap Permohonan yang diajukan terkait PHPU, harus ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekjen DPP partai politik atau jabatan sejenis beserta kuasa hukumnya. Dengan kata lain, Legal Standing yang diterima dalam pengajuan perkara PHPU adalah permohonan partai politik melalui ketua umum dan sekjen masing-masing parpol. “Tidak boleh Permohonan diajukan oleh perorangan anggota caleg,” ujarnya mengingatkan.

Selain itu, Mahfud juga menegaskan bahwa MK tidak akan menerima perselisihan antar caleg dengan caleg lain secara perorangan maupun dalam satu partai. Apabila caleg memiliki keberatan terhadap hasil perhitungan KPU namun DPP partai tersebut menganggap tidak ada masalah, maka persoalan itu harus diselesaikan dalam internal parpol tersebut. “Yang dapat diterima adalah Sengketa antara Parpol dengan KPU,” tegasnya.

Pengajuan permohonan secara perorangan hanya dapat dilakukan oleh calon anggota DPD. Perbedaan tersebut, menurut Mahfud, karena Undang-Undang menentukan peserta pemilihan calon anggota DPD adalah perseorangan. Sementara peserta pemilihan calon anggota DPR dan DPRD adalah partai politik, bukan perorangan masing-masing caleg.

Pada kesempatan tersebut, Mahfud juga menegaskan bahwa permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan pelanggaran pidana pemilu seperti Money Politic tidak dapat dimohonkan ke MK. Sesuai dengan UUD 1945, tambahnya, kewenangan MK terhadap pemilu hanya memutus tentang perselisihan hasil pemilihan umum, sehingga masalah DPT dan Money Politic bukanlah kewenangan MK.

“Tidak semua hal berkaitan dengan pemilihan umum dan masalah konstitusionalitas harus diselesaikan di MK,” tegas pria yang juga guru besar hukum tata negara ini.

Pemungutan & Penghitungan Ulang
Selama ini banyak yang beranggapan bahwa MK dapat memberi putusan untuk pelaksanaan pemilu ulang. Menanggapi hal tersebut, Mahfud menjelaskan bahwa hal tersebut tidak benar. “MK hanya bisa memutuskan pemungutan dan penghitungan ulang saja,” ujarnya.

Mahfud menjelaskan, ada perbedaan mendasar antara pemungutan atau penghitungan ulang dengan pemilu ulang. Menurut Mahfud, perbedaan tersebut yakni apabila dilakukan pemilu ulang maka semua tahapan pemilu harus diulang. Sedangkan pada pemungutan atau penghitungan suara ulang tidak semua tahapan pemilu harus diulang.

“Jadi pemungutan dan penghitungan ulang dapat dilakukan di daerah tertentu atau TPS tertentu saja sesuai putusan MK,” lanjutnya.

Seluruh Proses Persidangan Sengketa PHPU yang diamanatkan oleh undang-undang harus diselesaikan dalam jangka waktu 30 hari kerja. Mengingat terbatasnya waktu yang ditentukan tersebut, maka selama proses persidangan perkara PHPU tersebut MK akan menunda seluruh persidangan perkara pengujian undang-undang (PUU). Hal ini mengingat tidak ada batasan waktu yang rigid bagi MK untuk menyelesaikan perkara PUU. Sehingga, usai persidangan perkara PHPU, persidangan PUU dapat dilanjutkan lagi.

Menanggapi pertanyaan wartawan, apabila MK tidak dapat menyelesaikan perkara PHPU dalam jangka waktu 30 hari, menurut Mahfud, berarti MK telah melanggar undang-undang. “Jika hal itu terjadi, putusan MK terkait PHPU yang melebihi waktu 30 hari tidak bisa memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” kata Mahfud. (RNB Aji/ard)

Sumber Berita : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=2256

0 comments: