Sabtu, 28 Maret 2009

Ketentuan Pengajuan Permohonan Perkara

A. Pasal 51 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 (UU MK)
  1. Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/ kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu:
    - Perorangan warga negara Indonesia,
    - Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang,
    - Badan hukum Publik atau privat, dan/ atau
    - Lembaga negara.
  2. Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
  3. Dalam permohonannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:
    - pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau
    - materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

B. Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (Pasal 61 UU MK)

  1. Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan.
  2. Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang kepentingan langsung Pemohon dan menguraikan kewenangan yang dipersengketakan serta menyebutkan dengan jelas lembaga yang menjadi termohon.


C. Pembubaran Partai Politik (Pasal 68 UU MK)

  1. Pemohon adalah Pemerintah.
  2. Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatan partai politik yang bersangkutan, yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

D. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (Pasal 74 UU MK)

  1. Pemohon adalah:
    - Warga negara Indonesia calon anggota Dewan Perwakilan Daerah peserta pemilihan umum;
    - Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
    - Partai politik peserta pemilihan umum.
  2. Permohonan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi:
    - terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah;
    - penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden;
    - perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di satu daerah pemilihan.
  3. Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional.Dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang:
    - Kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut Pemohon; dan
    - Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.

E. Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 80 UU MK)

  1. Pemohon adalah DPR.
  2. Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya mengenai dugaan:
    - Presiden dan atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, [penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan atau
    - Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  3. Dalam permohonannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemohon wajib menyertakan keputusan DPR dan proses pengambilan keputusan mengenai pendapat DPR sebagaiman dimaksud dalam Pasal 7B ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, risalah dan/atau berita acara rapat DPR, disertai bukti mengenai dugaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

0 comments: