Selasa, 23 Februari 2010

Negara & Warganegara

Di timur matahari mulai bercahaya
Bangun dan berdiri kawan semua
Marilah mengatur barisan kita
Segenap pemuda Indonesia

1 Pendahuluan
Dimensi Konsep dan Sejarah
Bangsa dan kebangsaan adalah sesuatu yang abstrak Kebangsaan lebih dimaknai sebagai nasionalisme,yang pada hakekatnya menunjukan suatu sikap loyalitas dari warga negara kepada negara. Masalah kebangsaan atau nasionalisme erat kainnya dengan masalah hubungan antara manusia sebagai bagian dari kesatuan politik dengan negara. Kebangsaan ini menjadi sangat abstrak karena ia berada pada aras psikologis dlm hubungan antara negara dengan warga-negara. Kebangsaan adalah kristalisasi dari jiwa suatu bangsa bentuk rasa cintamemberikan jiwa kepada keberadaan dan kehidupan negara atau kelanjutan hidup negara. Itu-lah sebabnya mengapa Anderson, menggangap bangsa sebagai suatu komunitas yang terbayangkan[3]. Pada dimensi politik, kebangsaan menunjukan wajah bermuka dua, pada satu sisi ia merupakan suatu kebaikan dalam arti akan memberikan jaminan terhadap kelangsungan hidup negara. Pada sisi yang lain,ia dapat merupakan ancaman manakala kebangsaan itu menjelma berlebihan dan menjadi gerakan yang agresif untukmerendahkan bangsa lainnya. Kebangsaan yang merupakan konsep politik, ketika ketika konsep ini menyebang kedemensi hukum, maka menjadi nasionalitas, yang kemudian dalam ilmu hukum lebih di kenal sebagai kewarganegaraan. Pada dimensi hukum, kewarganegaraan itu sendiri lebih menunjukan hubungan hukum antara warga negara dengan negara, dimana tiap kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Negara mempunya kewajiban untuk mensejahterakan warganya, memanusiakan warganegaranya, melindungi warganegaranya. Sebalikanya warganegara berkewajiban untuk memberikan loyalitasnya kepada negara, bahkan berkorban nyawa untuk negara. Kewajiban negara adalah hak dari warganegara dan kewajiban warga negara adalah hak dari negara. Dalam hubungan yang harmonis itu,tidaklah mungkin negara akan nenindas warganya, dan tidaklah mungkin warganegara menghianati negaranya. Sikap yang loyal, memiliki,rasa bertanggung jawab, cinta kepada negara ini-lah bagian isi dari sikap kebangsaaan atau nasionalisme yang merupakan salah satu jaminan dari warganegara untuk kelangsungan hidup negara. Sejarah mencatat bawa konsep negara bangsa (Nation-State) di negara-negara dunia ketiga atau negara-negara bekas wilayah kolonialisme adalah konsep yang dibawa oleh negara barat atau negara penjajah kewilayah jajahannya. Di wilayah asalnya yakni di Eropa konsep nation- state ini baru muncul setelah berakhirnya perang West –Pahalia dan mengakhir masa emprerium dinasti-dinasti di Eropa. Konsep negara bangsa ini kemudia dibawa oleh negara penjajah itu kewilayah koloninya. Negara penjajah itulah yang membuat batas-batas territorial yang kemudian menjadi garis batas negara-negara bangsa yang berdiri di bekas wilayah jajahan itu. Batas wilayah territorial yang dibuat Belanda dan Inggrislah yang kemudian memisahkan bangsa serumpun (rumpun Melayu) di Pulau Kalimantan dan di Asia tenggara menjadi tiga negara bangsa Indonesia dan Malaysia dan Berunei Darusalam. demikian pula antara Malaysia dengan Thailand, Malaysia dengan Fhilipina dll sebagainya. Maka tak mengheran bagi kita mengapa dinegara-negara bangsa yang lahir pasca kolonilsme masih saja terjadi perjuang kemerdekaan ataupun pembebasan diri dalam wilayah negara tersebut. Seperti yang dilakukan oleh bangsa Moro di Philipina dan juga orang Melayu Pattani di Thailand. Demikian juga dengan dengan negara-negara Balkan, dimana wilayah negara tersebut dibentuk setelah perang dunia, seperti wilayah Yogoslavia, yang akhirnya pecah menjadi beberapa negara seperti ,Bosnia dan terakhir Kosovo.
Menjadi Indonesia
Sejarah adalah hasil konstruksi pemikiran yang disusun dari rangkaian fakta-fakta peristiwa masa lalu. Itulah sebabnya dalam sejarah ada diolog,ada kritisi dan ada konteks kekinian. Kutipan syair lagu tersebut,di buat pada masa kolonialsme, pada masa Bangsa kulit putih masih menjadi tuan atas kulit bangsa berwarna, pada masa Indonesia masih menjadi Hindia Belanda. Frasa syarir lagu tersebut, menunjukan suatu harapan, suatu pajar baru yang mulai mengusir kegelapan kolonialme dan suatu kebangkitan ras kuning di suatu wilayah Timur Asia yakni di negeri mata hari terbit.Tahun 1905, ketika Jepang menghancur leburkan armada laut Rusia. Sejak itu menimbulkan keyakinan bangsa Asia bahwa mereka bukan bangsa sembarangan ,bukan bangsa yang di takdirkan untuk dijajah oleh bangsa Eropa. Maka sejak itulah, di-timur ,mata hari mulai bercaya, yang menerangi pajar kegelapan masa kolonialisme. Kemenangan militer Jepang atas Rusia pada tahun 1905, tidaklah datang seketika, kemenangan itupun, tidakpula dicapai dengan mengadalkan kehebatan para ninja dan kehebatan para kaum samurai yang merupakan symbol kekuatan militer kekaisaran Jepang pada masa lalu. Kemenangan tersebut tercapai karena, Jepang pada masa itu telah menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, Jepang modrernisasi militer mereka. Dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi Jepang membangun perekonomian mereka sehingga melahirkan industri-industri yang besar. Sejarah Jepang juga mencatat, bahwa kemajuan industri mereka, dimulai pada masa restorasi Meiji tahun 1868,. Pada masa inilah pemuda-pemuda Jepang berduyun-duyun pergi belajar ke Amerika yang membawa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi bangsa Jepang. Kemenangan Jepang atas Rusia, tersebut memberikan kesadaran dan inspirasi kepada kaum terpelajar di Hindia Belanda, untuk bangkit menentang penjajahan., dengan gerakan yang teroganisir, dan dicapai dengan jalan mencerdasakan bangsa pribumi. Dalam tahun 1908, para mahasiswa di Stovia, mendirikan Budi Utomo. Kelahiran Budi Utomo inilah kelak menjadi tongga kebangkitan nasional. Pada mulanya pergerakan Budi Utomo, hanya bertujuan untuk memajukan rakyat Jawa, namun demikian gerakan ini memberikan dorongan para tokoh pemuda dari berbagai daerah pada saat itu untuk mengikatkan diri dalam gagasan kebangsaan yang mereka sebut sebagai Indonesia [4]dan terkristalisasi dalam Sumpah Pemuda tahun 1928[5]. III Ancaman terhadap Negara Bangsa Keberadaan negara bangsa yang dilengkapi dengan paham kedaulatan negara yang telah bertahan selama ini, diakhir abat kedua puluh ini mulai mendapat tantang, baik berupa pemikiran baru yang ingin mendekonstruksi konsep negara bangsa tersebut, maupun karena perkembagan percaturan politik dunia yang melahirkan globalisasi. Sejak berkembanganya aliran pemikiran post-modernisme[6], aliran membongkar berbagai konsep dan teori social dan politik yang dikenal selama ini. Salah satu yag dapat kaji kembali adalah konsep negara-bangsa yang dilahirkan di Eropa pasca perang antara emperium dinasti-dinasti di Eropa .Dalam wacana kritis aliran post-modernis, banyak negara bangsa yang gagal menjalankan peranya sebagai negara, yang seharusnya mensejahterakan rakyatnya, memanusiakan warganya dan melindungi warganya, malah berubah menjadi monster yang menakutkan bagi warganya karena melakukan penindasan, intimidasi dan pemiskian terhadap warganya[7]. Disinilah eksistensi negara bangsa mulai dipertanyakan. Gagasan klasik Lenin, yang menyatakan negara sebagai penjara bangsa-bangsa, mendapat bentuk baru, dimana wacana untuk menjadi warga dunia yang dibayangkan akan dapat memberikan keadilan, kesejahteraan, kembali bangkit dari pemikiran yang selama ini tenggelam. Tantangan yang paling nyata terhadap negara-bangsa terutama berkaitan dengan kedaulatan negara, juga muncul dari akibat terjadinya globalisasi. Para pemikir futuristic pernah meramal akan berakhirnya era negara-bangsa, atau The end of Nation-State[8]. Dalam era globaliasi, terjadinya mobilitas manusia yang mendunia ,dan terjadi penyebaran arus informasi yang mendunia, yang didorong oleh kemajuan teknologi tranformasi dan informatika, juga terjadi pergeseran dalam pentas politik dunia. Perkembangan teknologi informasi , menghadirkan tokoh, dan pahlawan-pahlawan dunia yang lintas negara ke rumah tangga masyarakat negara lain melalui televisi dan lainnya. Pola atau sistem hubungan International yang semula bertumpu pada kapasitas negara-bangsa untuk berfungsi sebagai aktor yang otonom dan berdaulat penuh, sekarang semakin beralih ke sistem yang memuat berbagai aktor, negara maupun non negara, yang mampu saling menyusupi yurisdiksi masing-masing. Negara nasional yang semula memiliki kapasitas untuk menentukan arah perpolitikan domestik maupun international,semakin terkendala. Banyak negara-bangsa mungkin masih bisa mempertahankan kedaulatan nasionalnya, tetapi banyak pula diantaranya yang mengalami kemerosotan otonomi nasional akibat psoses global yang berlangsung sejak tahun 1970-an. (Held.1991:2i3, Mas’oed 1996) Negara seperti itu menghadapi tantangan besar berujud kesenjangan antara disatu pihak,wilayah formal wewenang politik yang mereka nyatakan sebagai milik mereka ,dipihak lain kenyataan dan struktur negara dan sistem ekonomi pada aras nasional regional maupun global.Kesenjangan antara ideal bahwa negara pada prinsipnya mampu menentukan sendiri masa depannya dengan kenyataan bahwa ekonomi dunia,organisasi international,lemabaga-lembaga regional dan global dan hukum international dalam praktek mampu membentuk dan mengadili pilihan-pilihan yang tersedia bagi negara-negara nasional. Hukum International yang berkembang selama ini telah menempatkan individu, negara dan organisasi non pemerintah pada satu sistim aturan hukum yang baru . Walaupun tidak didukung oleh lembaga-lembaga dengan daya paksa efektif, hukum international mempunyai konsekwensi yang luas.Sejak munculnya negara bangsa, terdapat dua aturan hukum international untuk menjamin kedaulatan national,yaitu “imunity from jurisdiction” dan “ imunity of State agencies” .Yang pertama adalah prinsip yang menyatakan bahwa tidak ada negara yang bisa dituntut di pengadilan negara lain karena tindakan yang dilakukan sebagai pemegang kedaulatan. ; sedangkan prinsip kedua menyatakan bahwa kalau ada seseorang yang melanggar hukum dinegara lain ketika ia bertindak sebagai agen negaranya sendiri dan dibawa kepengadilan negara lain itu,maka ia tidak bisa dinyatakan salah karena tidak bertindak sebagai individu swasta tetapi sebagai wakil dari negaranya. Maksud dari aturan ini adalah untuk melindungi otonomi suatu pemerintahan dalam semua persoalan politik luar negeri dan mencegah pengadilan domestik agar tidak menghakimi prilaku negara asing ( dengan pengertian semua pengadilan distri semua negara mematuhi aturan itu). Artinya ,pemerintah diberi kebesan yang sangat besar untuk mengejar kepentingan nasionalnya ; yang bisa membatasinya hanya kearifan berpolitiknya sendiri. Namun akhir-akhir ini kedua prinsip ini banyak digugat terutama oleh pengadilan domestik negara barat Walaupun sering kali kedaulatan sering dimenangkan ketika kasus ini muncul, ketegangan antara hukum international dan kedaulatan national semakin meningkat. Kedua ada hal menarik mengenai kemungkinan warganegara menuntut pemerintahnya sendiri di pengadilan asing atau international ,sehingga negara tidak dapat memperlakukan warganya semaunya sendiri. Bibitanya sudah disebarkan diUni Eropa dalam bentuk Konvensi Perlindungan HAM , yang memberikan kemungkinan warga negara suatu negara anggota untuk mengajukan petisi langsung ke Komisi HAM Uni Eropa . Ketiga Perubahan Hukum International akhir-akhir ini menujukan bahwa gagasan tentang ‘ a society of sovereign states’ sebagai prinsip paling dasar dalam organisasi politik manusia telah semakin digantikan oleh gagasan tentang ‘ cosmopolitant community’ >artinya sebagai sumber hukum, sekumpulan negara-negara berdaulat itu menghadapi tantangan dari berbagai aktor baru terutama non negara (Held,1993*214-222). Dibidang Ekonomi dunia terjadi kesenjangan yaitu kesenjangan antara wewenagan formal negara dengan kenyataan sistem produksi dan pertukaran yang membantasi kekuasaan atau rauang lingkup wewenang politik nasional. Persoalan ini membuat beberapa dimensi menarik. Pertama dua bidang pokok proses globalisasi yaitu international produksi dan transaksi finansial,ternyata lebih banyak diorganisir oleh MNC secara global. Padahal tujuan untama aktor tanpa basis nsional ini adalah memburu keuntungan. Kedua kemajuan teknologi komunikasi dan tranfortasi telah menggrogoti batas anatar pasar-pasar national yang semula terpisah; pada hal batas itu merupakan syarat penting untuk mnjamin kebijakan ekonomi nasional yang betul-betul merdeka. Ketiga ,globalisasi juga mengurangi kebebassan pemerintah untuk menerapkan kebijakan nasional yang diinginkannya. Namun demikian, arus globalisasi yang semikian cepat, sekarang ini mulai mendapat tantangan, karena arus globslisasi ditenggari mengarah pada kapitaslis golobal dan dianggap sebagai neo kolonilisme. Tantangan ini banyak disuarakan oleh beberapa negara Amerika latin , dan mereka telah melakukan tindakan nasionalisasi terhadap beberapa perusaan asing yang melakukan ekplorasi pertambangan dinegara mereka. III Kepentingan Nasional Indonesia Kepentingan nasional[9] yang paling vital bagi Indonesia adalah bagai mana menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara serta menjaga keutuhan bangsa dan negara. Untuk menjawab masalah ini setidak-tidaknya kita dapat milihat dari dua sisi Pertama, adalah ada sisi politik ,dan psikologis adalah menghadiran keberadaan negara dalam sanubari rakyatnya, dimana negara hadir dengan sosok seorang pahlawan yang memberikan keadilan, kesejahteraan, keamanan dan kemanfaatan bagi rakyatnya. Hal ini merupakan tangan yang berat, terutama dengan berkembangnya globalisasi arus informasi dan hiburan dunia. Pahlawan-pahlawan dunia, baik pahlawan politik, oleh raga, hiburan dan lainnya hadir kesetiap rumah penduduk Indinesia melalui media masa terutama televise dan lainnya. Dengan situasi yang demikian menjadi tidak anehlah jika yang menjadi pahlawan pujaan anak Indonesia justru berada diluar negaranya.Dalam konteks yg demikian wawasan kebangsaan menempati arti yang penting. Kedua, bagaimana para pemimpin negara dan politik, dpt melepaskan pandangan masa lalu yang mendekotomi Indonesia menjadi “ Jawa dan Luar Jawa”; “pusat” dan “Daerah” Perbedaan persepsi yang demikian ini yang selalu akan mengancam keutuhan bangsa dan negara. Tak satupun suku bangsa yang boleh atau berhak mengkalim dirinya sebagai pewaris wilayah Hindia Belanda dan sebagai pendiri Indonesia. Sejarah lama harus dilakukan dekonstruksi, untuk mencegah terjadinya pembenaran sejarah atas dominasi satu suku bangsa. Wawasan kebangsaan haruslah melihat Indonesia sebagai keniscayaan yang pluralistic, yang dibangun oleh suku bangsa yang mendiami wilayah bekas Hindia Belanda yg memiliki rasa senasib dan sepenanggungan karena adanya persamaan sejarah yaitu pernah sama-sama hidup sebagai anak jajahan. IV Peran Mahasiswa Tulisan diatas, menunjukan berbagai problem yang dihadapi Indonesia sebagai negara bangsa, untuk tetap menjaga kelangsungan hidup, dan keutuhan negara. Manusia Indonesai, merupan kunci dari semua itu, apakah masih ingin tetap mempertahan dan menjaga kelangsungan hidup negara atau untuk membubarkan Indonesia. Semua itu tergantung kepada semangat kebangsaan rakyat Indonesia, terutama para pemimpin negara dan pemerintahan. Sejarah Nasioanl kita menunjukan bahwa peran kaum Cendikiawan atau cerdik-pandai sangat besar peran dan pengaruhnya dalam mendirikan Indonesia. Merekalah yang mempunyai kesadaran akan hidup bernegara, mereka pula,yang menanamkan semangat kebangsaan kepada penduduk bumi putra hingga rakyat bumi putra menyadari posisi mereka. Setelah lebih dari 60 tahun kita merdeka, masihkah kaum cendikiawan termasuk para para mahasiswa mempunyai peran dan pengaruh seperti para pendiri negara tersebut. Masihkah berkobar-kobar semangat didalam dadanya untuk menjaga kelangsungan hidup negara Indonesia. Kita kadang-kadang terjabak dengan hal-hal bersifat simbolik, ketika kita menunjukan aktaulitas rasa kebangsaan, atau nasionalisme kedalam kehidupan nyata. Sebagain orang menujukan rasa kebangsaanya dengan mengarak-mengarak pendera Merah putih. Yang lain menunjukan sikap berani mati ketika negara kita bersengketa dengan negara lain. Sebagian lagi menolak paham ekslusif keagamaan dll. Walaupun hal ini tidak salah, namun bagi mahasiswa ada banyak cara untuk menunjukan aktualisasi terhadap kebangsaan diantaranya, pertama, secara politik, gerakan politik mahasiswa yang dianggap bebas kepenting dari kelompok-kelompok tertentu, tetap pada gerakan politik nilai. Gerakan politik nilai tidak saja ditujukan untuk menjaga nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai bernegara, nilai-nilai kemajemukan kejujuran dan kebenaran, juga harus memiliki sikap yang kristis terhadap berbagai konsep pemikiran, nilai –nilai budaya dalam arti yang luas yang masuk kedalam ranah negara. Kedua, mahasiwa harus menyiapkan dirinya sebagai kaum intlektual dan terdidik, untuk berbuat banyak dan nyata dalam memajukan bangsa dan membatu masyarakat di sekitarnya sesuai dengan bidang ilmu yang didalaminya. Karena dengan memiliki manusia-manusia yang unggul saja kelansungan hidup bangsa dan negara akan terjaga, rakyat dapat disejahterakan, masyarakat adil dan makmur dapat diwujudkan. Selebih dari itu, silakan mahasiwa mengambil posisi atau tempatnya dalam alam bernegara, bermasyarakat dan berbangsa. Jangan jadikan Perguruan tinggi atau kampus hanya sebagai menara gading, dan jangan pula jadikan kampus sebagai sarang anarkis yang menakutkan, tapi jadikanlah kampus anda sebagai pelita yang dapat menerangi masyarakat disekitarnya yang membutuhkan bantuan pemikiran dan pengetahuan dari kaum terdidik. V Penutup Tahun 1905, di Timur matahari mulai bercahaya, tahun 2005,hingga sekarang ini,di Timur juga matarai bercahaya yaitu di Timur Jauh (RRC), dan Timur Eropa (Rusia), dan di Asia Selantan (India) juga mendapatkan sinarnya. Ketiga negara ini cukup menggetarkan negara Barat dan diduga karena kemakmurannya sebagai salah penyebab krisis pangan dunia. Di Asia tenggara Khsusnya Indonesia masih pajar. Demikian makalah pengantar diolog ini, semoga ada manfaatnya. [1] Makalah ini disampaikan pada seminar “Aktualisasi Pemantapan Wawasan Kebangsaa” diselengarakan oleh BEM Fakultas Hukum Untan Pada tanggal 31 Mei 2008 Hotel Orchar Pontianak. [2] Penulis adalah Staf Pengajar pada FH Untan. [3] Pandangan Anderson yang cukup lengkap tentang kebangsaan atau nasionalisme dpt dilihat dalam bukunya “ Imagened Communites” 1991. [4] Para tokoh pergerakan, memilih nama Indonesia, sebagai nama negara yang ingin mereka dirikan. Kata “Indonesia” sendiri di perkenalankan oleh antropolog berkebangsaan Asing. Tidaklah pernah jelas mengapa mereka memimilih nama Indonesia untuk negar yang akan mereka dirikan dibekas wilayah Hindia Belanda. [5] Kongres pemuda pertama berlasung pada tahun 1926. Konres kedua berlangsung pada tuhun 1928. Hasil kongres 1928 tidak menyebut sumpah pemuda. Istilah Sumpah Pemuda baru popular pada tahun 1931.Lihat Daniel Dakhed dalam “ Cendikianan [6] [7] Negara yang ideal yang dalam gagasan Plato adalah suatu kummunitas etikal untuk mencapai kebajikan dan kebaikan (Rapar:1991;59). Kerana negara dianggap oleh Plato sebagai suatu kummunitas etikal untuk mecapai kebajikan, maka menurutnya negara itu seperti keluarga . dalam negara kamu semua orang bersaudara. Siapapun yang dijumapai seseorang ia akan mengira bahwa ia bertemu dengan saudaranya baik suadar laki-laki atau sudara perumpuan atau bertemu dengan ayah atu ibunya ataupun sedang bertemu dengan putra dan putri mereka. [8] [8] Lihat Kenichi Ohmae, seorang ahli manajemen berkebangsaan Jepang yang menulis buku Borderless World (1991) dan buku The End of Nation State (1995). Dalam bukunya tersebut, ia menggambarkan terjadinya proses globalisasi yang melanda dunia dan membawa pengaruh pada suatu negar bangsa. [9]

Penulis : Firadus, SH., M.Si (Dosen Fakultas Hukum UNTAN)

0 comments: