Selasa, 16 Februari 2010

Dialog Interaktif Suara Konstitusi

Seperti biasa Kuliah Konstitusi & Suara Kontitusi akan dilakukan setiap hari Selasa. Termasuk pada hari ini, Dialog Interaktif tersebut akan membahas mengenai RUU Perkawinan dengan tema : "Sanksi Pidana Dalam Hukum Perkawinan Dalam Rangka Perlindungan Hak - Hak Perempuan & Anak".
Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. **)

Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. **)
(2) …….
(3) …….
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)

Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. **)

Pemerintah dan DPR sedang menggagas revisi UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kedua lembaga legislatif ini berencana menambah ketentuan tentang sanksi pemidanaan terhadap pernikahan siri dan pernikahan kontrak, serta hal-hal lain seputar perkawinan.

Meski masih ada perdebatan tafsir (agama Islam) terkait perlu-tidaknya sanksi pidana dalam nikah siri, tapi draft RUU tersebut mendapat dukungan dari banyak pihak karena ketentuan tersebut dipandang perlu diundangkan untuk melindungi hak-hak perempuan.




  • Bagaimana sejarah atau latar belakang disahkannya UU No. 1 Tahun 1974 saat itu?


  • Ada yang mengatakan bahwa UU Perkawinan itu merupakan bentuk kompromi dari beragam kepentingan agama yang ada. Bagaimana latar belakang tentang itu ?


  • Apakah UU Perkawinan sudah menjamin perlindungan hak-hak perempuan dan anak ? Jika belum, hal-hal apa saja yang belum diatur dalam UU tersebut terkait perlindungan hak-hak perempuan dan anak ?


  • Saat ini pemerintah dan DPR sedang mempersiapkan draft revisi UU Perkawinan. Di dalam draft tersebut dicantumkan pasal-pasal pidana khususnya terkait perkawinan siri, perkawinan mut’ah atau kontrak, dan perceraian di luar pengadilan, serta syarat menjadi wali nikah. Apakah draft yang baru ini sudah memenuhi unsur perlindungan hak-hak perempuan dan anak ? Jika belum, ketentuan apalagi yang harus dimasukkan dalam draft tersebut ?


  • Sebelum mengesahkan UU Perkawinan, Presiden saat itu berkonsultasi dengan para ulama tentang perlu-tidaknya ada sanksi pidana dalam UU itu. Para ulama mengatakan bahwa nikah itu ibadah, jadi tak perlu diberi sanksi pidana. Dengan adanya draft RUU Perkawinan yang sekarang, artinya pendapat itu tak relevan lagi. Bagaimana tanggapan narasumber ?


  • Apakah draft RUU Perkawinan saat ini masih kental dengan nuansa Islam-nya, bagaimana dengan pengakomodasian syarat dan tata cara perkawinan bagi non muslim ?


  • Ada ancaman pidana bervariasi mulai dari penjara enam bulan hingga tiga tahun dan denda Rp 6 juta hingga Rp 12 juta. Apakah sanksi pidana ini bisa dikatakan cukup ? Bagaimana dengan kerugian immateriilnya ?


  • Terkait nikah siri, dengan adanya sanksi pidana, maka seolah nikah siri itu dipersamakan dengan tindakan zinah, meskipun menurut agama (Islam) masih ada yang menganggap nikah siri itu sah. Bagaimana pendapat narasumber ?


  • Sedangkan terkait kawin kontrak, bahkan agama (Islam)-pun tidak mengakui adanya perkawinan model itu. Bahkan ada yang mengatakan bahwa kegiatan ini termasuk prostusi terselubung. Bagaimana perkembangan fenomena ini saat ini, dan terhadap hal ini, sanksi apa yang pantas diberikan ?


  • RUU Perkawinan juga mengatur tentang perkawinan campuran antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan. Pasal 142 ayat (3) RUU Perkawinan menyebutkan bahwa calon suami yang berkewarganegaraan asing harus membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp 500 juta. Bagaimana tanggapan narasumber mengenai ketentuan ini ? Bagaimana jika orang asing itu perempuan ? Mengapa harus bank syariah ? Serta mengapa harus sebesar Rp 500 juta ?


  • Akibat perkawinan siri dan kontrak, banyak perempuan yang kesulitan ketika harus mengurus akta kelahiran anaknya karena hanya bisa mencantumkan nama si perempuan saja. Terkait perlindungan hak perempuan dan anak, solusi apa yang tepat untuk menyelesaikan persoalan ini, apalagi khususnya bagi kasus-kasus yang sudah terjadi. Tidak hanya berlaku bagi anak hasil perkawinan siri dan kontrak saja, solusi ini juga akan terkait dengan anak hasil luar nikah lainnya seperti kehamilan luar nikah dan perkosaan. Bagaimana tanggapan narasumber ?


Dialog Interaktif di atas merupakan kegiatan ­­­­KULIAH KONSTITUSI & SUARA KONSTITUSI yang akan mengambil tema : "Sanksi Pidana Dalam Hukum Perkawinan Dalam Rangka Perlindungan Hak - Hak Perempuan & Anak", dengan Narasumber : SRI WIYANTI EDDYONO (Komisioner Komnas Perempuan). Kegiatan tersebut akan dilakukan di Studio MKTV, Gedung MK, Jakarta dan akan disebarluaskan melalui jaringan Video Conference ke 39 FH Seluruh Indonesia, termasuk di Fakultas Hukum UNTAN. Adapun pelaksanaannya akan dilakukan pada hari : Selasa, 16 Februari 2010, Pukul :




  • 16.00 – 16.55 WIB (Kuliah Konstitusi)


  • 17.00 – 18.00 WIB (Suara Konstitusi) bekerjasama dengan Pro 3 FM - RRI

0 comments: