Rabu, 06 Mei 2009

Pembagian Harta Bersama Menurut KHI

Dalam kaitannya dengan harta bersama sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat 1 jo pasal 37 UUP dan penjelasannya, Kompilasi Hukum Islam menetapkan bahwa, jika terjadi perceraian maka masing-masing suami isteri berhak atas seperdua harta bersama. Untuk cerai mati (pasal 96 ayat i) kiranya semua orang akan cenderung menerimanya, tetapi untuk cerai hidup (pasal 97), ketentuan tersebut rasanya masih perlu dikaji kembali agar salah satu pihak (eks suami atau eks isteri) tidak merasa dirugikan karenanya.
Dilihat dari suatu kasus (perceraian) tertentu, pembagian yang demikian memang dapat dipandang adil dan bijaksana, misalnya terhadap janda (eks isteri) yang sudah demikian tua, tidak ada harapan/keinginan untuk menikah lagi, tetapi untuk kasus-kasus (perceraian) yang lain, misalnya terhadap janda (eks isteri) yang masih demikian muda, lebih-lebih jika perceraian itu terjadi atas kehendaknya dengan maksud untuk menikah lagi dengan pria lain yang memikat hatinya, adilkah jika harta bersama yang diperoleh atas hasil usaha duda (eks suami) dibagi sama rata eks isteri seperdua dan eks suami seperdua).
Sistem sosial masyarakat kita yang dicerminkan oleh UUP, masih menempatkan beban-beban atau kewajiban-kewajiban terhadap keluarga dipundak laki-laki baik sebagai suami atau sebagai duda. Jika mereka (janda dan duda atau eks suami dan eks isteri yang telah bercerai itu) sama-sama menikah (kawin) lagi, maka pembagian harta bersama dalam Kompilasi Hukum Islam (pasal 97) tersebut akan terasa amat tidak adil. Masalahnya ialah karena seperdua harta yang diperoleh duda (eks suami) atas harta bersama, akan ia gunakan untuk menafkahi keluarga (anak isterinya) yang baru, termasuk juga anak hasil perkawinannya terdahulu (dengan eks isteri yang meminta cerai). Sedangkan seperdua harta yang diperoleh janda (eks isteri) dari harta bersama akan tetap utuh, sebab setelah menikah semua keperluan hidupnya ditanggung oleh suaminya yang baru. Dan lebih tidak patut lagi jika yang mengusahakan harta adalah janda (eks isteri), sementara yang menghendaki perceraian adalah duda (eks suami).
Oleh karena itu, Kompilasi Hukum Islam seharusnya merumuskan bahwa, jika perkawinan putus karena perceraian (cerai hidup) maka harta bersama dibagi berdasarkan musyawarah dengan memperhatikan macam atau jenis perceraian serta maslah-masalah yang melatar belakanginya.
Dengan demikian, penyelesaian masalah pembagian harta bersama seperti dimaksud dalam pasal 35 ayat 1 UUP akan tidak bertentangan dengan azas keadilan, kepatuhan, dan senantiasa mempertimbangkan segi kemaslahatannya dengan tetap menjadikan jiwa syareat sebagai landasannya.

Tulisan di atas merupakan kutipan dari buku Kapita Selekta Hukum Islam. Bagi anda yang berminat dapat menghubungi langsung ke Bapak H. AHMAD ZAHARI, SH., M.Kn

Sumber Berita : Buku Kapita Selekta Hukum Islam, karangan H. AHMAD ZAHARI, SH., M.Kn, Dosen Fakultas Hukum UNTAN (Matakuliah Hukum Perkawinan Islam)

0 comments: